IMPLEMENTASI UNIVERSAL DESIGN FOR LEARNING DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM INKLUSIF

Pendidikan inklusif merupakan sebuah konsep pendidikan yang menekankan pada keterbukaan, dan penerimaan terhadap setiap siswa tanpa memandang latar belakang dan kemampuan mereka. Pendidikan inklusif bertujuan untuk menyatukan semua siswa dalam satu lingkungan pembelajaran dengan tidak mempertimbangkan perbedaan kemampuan dan latar belakang siswa. Pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan berkualitas. Untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang inklusif dan resonsif terhadap kebutuhan setiap siswa tentunya terdapat berbagai tentangan yang harus dihadapi.
Salah satu pendekatan yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan tersebut adalah Universal Design for Learning (UDL). Universal Design for Learning (UDL) berasal dari konsep “Universal Design” dalam arsitektur yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa melakukan adaptasi khusus. UDL adalah kerangka kerja yang dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas dan partisipasi semua siswa dalam proses pembelajaran (Hall, Cohen, Vue, & Ganley, 2015). Penerapan konsep Universal Design for Learning dalam konteks pendidikan adalah untuk memastikan bahwa semua siswa dapat mengakses dan beradaptasi dalam pembelajaran tanpa hambatan.
Penerapan UDL dalam mengembangkan kurikulum inklusif tidak hanya memberikan manfaat bagi siswa berkebutuhan khusus, tetapi juga bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Rancangan kurikulum dengan strategi pembelajaran yang fleksibel dan dapat diakses oleh semua siswa dan guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif.
Design for Learning
Universal Design for Learning merupakan sebuah konsep yang muncul dari bidang arsitektur untuk memenuhi kebutuhan berbagai pengguna ruang fisik (Katz, 2013). Konsep ini telah diadopsi dalam bidang pendidikan, khususnya untuk mengatasi ruang kelas inklusif yang harus memenuhi beragam kebutuhan siswa (McGhie, Richmond & Sung, 2013).
Desain Universal untuk Pembelajaran adalah “kerangka kurikulum yang fleksibel dan mendukung semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki ketidakmampuan belajar, sehingga tujuan, penilaian, metode, dan materi pendidikan dapat diakses oleh semua orang (Hall, Cohen, Vue & Ganley, 2015).
Prinsip Universal Design for Learning
Desain Universal untuk Pembelajaran (UDL) adalah kerangka kerja yang didasarkan pada tiga prinsip (Bracken & Novak, 2019) sebagai berikut:
a. Prinsip Keterlibatan
Menyediakan berbagai sarana keterlibatan: Pengaruh adalah elemen kunci pembelajaran, dan cara pelajar terlibat dan termotivasi untuk belajar sangat bervariasi dari satu pelajar ke pelajar lainnya. Membangun keterlibatan memerlukan pilihan untuk menumbuhkan perhatian dan keterlibatan semua peserta didik dan untuk mengatasi variasi unik dalam minat, upaya, ketekunan, dan strategi pengaturan mandiri.
b. Prinsip Representasi
Memberikan banyak kesempatan untuk berekspresi (representasi): Pedoman ekspresi mengingatkan kita untuk menyediakan berbagai format dalam pengajaran untuk memungkinkan jaringan kognitif bagi semua siswa. Misalnya, secara historis, membaca dan ceramah merupakan metode pengajaran yang populer, namun pendekatan tersebut secara tidak langsung mengandung banyak kendala bagi banyak siswa.
c. Prinsip Tindakan dan espresi
Untuk melibatkan siswa dan menyajikan konten dengan cara yang mudah diakses, penting untuk menyediakan berbagai peluang untuk bertindak dan berekspresi. Namun, untuk menentukan apakah siswa telah mempelajari kontennya, instruktur harus mempunyai kesempatan untuk menunjukkan bukti pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menyediakan berbagai sumber daya dan representasi kepada siswa, kami memungkinkan siswa untuk mengintegrasikan keterampilan penting generasi berikutnya dan penilaian yang autentik ke dalam proses pembelajaran mereka.
Implementasi UDL dalam Kurikulum
UDL dikembangkan pada tahun 1990an dan awal tahun 2000an oleh Center for Applied Special Technology (CAST) sebagai kerangka kerja untuk mengembangkan kurikulum yang lebih mudah diakses oleh semua orang, termasuk siswa dengan dan tanpa disabilitas. Mengingat kebutuhan siswa yang berada di pinggiran sistem pendidikan kita, premis utama UDL adalah bahwa kurikulum, bukan peserta didik, perlu diubah (Meyer & Rose, 2005). Meyer dan Rose menekankan kekuatan media digital sebagai sarana untuk mengembangkan kurikulum fleksibel yang dapat mendukung beragam kebutuhan, kemampuan, dan minat siswa di kelas. Berlandaskan nilai-nilai keadilan sosial dan inklusi, premis utama UDL adalah bahwa kurikulum harus dikembangkan secara proaktif dengan pilihan yang fleksibel dan menarik yang tersedia bagi semua peserta didik. Dua prinsip dasar UDL adalah kita dapat mengatasi variabilitas pelajar dan mengurangi hambatan dalam kurikulum dan pengajaran melalui desain yang disengaja dan proaktif. Tujuan akhir dari UDL adalah untuk mengembangkan pembelajar yang ahli. Ketiga konsep inti yang mendasari desain pembelajaran berbasis UDL dijelaskan secara singkat di bagian berikut.
Mengatasi Variabilitas Pembelajar
UDL didasarkan pada premis bahwa variabilitas pembelajar adalah norma. Peneliti UDL menekankan bahwa tidak ada pelajar yang “rata-rata” atau “tipikal” dan bahwa semua pelajar memiliki beragam kemampuan, kekuatan, pengalaman, dan preferensi (lihat Gambar 1), aspek yang dapat dinamis dan berubah tergantung pada konteks dan perkembangan seseorang (Meyer et al., 2014). Sebagai kerangka desain pembelajaran, UDL menyediakan struktur untuk secara proaktif membangun dukungan yang mengatasi variabilitas pembelajar yang ada dalam kelompok mana pun. Dengan mempertimbangkan variabilitas peserta didik, proses perencanaan pengajaran yang selaras dengan pedoman UDL memungkinkan pendidik untuk mempertimbangkan dan mengintegrasikan pilihan-pilihan yang fleksibel dan mendukung yang berguna bagi semua peserta didik sejak awal. Pengajaran berbasis UDL dapat membuat praktik pendidikan yang ada menjadi lebih inklusif, dengan memberikan dukungan kepada peserta didik yang lebih luas. Namun, bagi siswa penyandang disabilitas yang memerlukan pengajaran yang dirancang khusus sesuai dengan rencana pendidikan individual mereka, pendidik juga harus memberikan dukungan individual sesuai kebutuhan (misalnya, akomodasi khusus, modifikasi, intervensi yang ditargetkan).
Mengurangi Hambatan dalam Kurikulum dan Pengajaran
Dalam kaitannya dengan penciptaan lingkungan inklusif, para pendukung UDL menekankan bahwa akan berguna untuk mempertimbangkan kurikulum, dibandingkan siswa, sebagai “penyandang disabilitas” (Meyer & Rose, 2005). Aspek penting dari UDL adalah mengidentifikasi hambatan dalam kurikulum dan proses pengajaran dan mengurangi atau menghilangkan hambatan tersebut dengan merancang dukungan yang tepat. Kami secara rutin menggunakan sumber daya kurikulum, merancang pelajaran, dan mengembangkan serta menerapkan berbagai kegiatan pembelajaran. Untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang benar-benar inklusif, kita harus mempertimbangkan bagaimana memberikan siswa akses yang berarti terhadap kurikulum dan pengajaran selama proses desain pengajaran. UDL berfokus pada pengurangan hambatan secara proaktif, dengan mempertimbangkan variabilitas peserta didik sejak awal dan membangun jalur dan dukungan yang fleksibel untuk proses pembelajaran. Dengan secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi hambatan dalam kurikulum dan pengajaran, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif.
Mengembangkan Pembelajar yang Ahli
Tujuan penting dari UDL adalah untuk mendukung pengembangan keagenan dan kesadaran diri, memungkinkan siswa untuk menjadi “pembelajar ahli” dalam perjalanan belajar mereka. Berikut adalah atribut pembelajar ahli yang sesuai dengan tiga prinsip UDL (Meyer et al., 2014):
Menjadi mempunyai tujuan dan motivasi (terkait dengan prinsip keterlibatan UDL) mengacu pada kemampuan pembelajar untuk diarahkan pada tujuan, mempertahankan usaha, dan mengatur diri sendiri saat mereka belajar.
Menjadi banyak akal dan berpengetahuan (terkait dengan prinsip representasi UDL) mengacu pada kemampuan pembelajar untuk mengaktifkan dan terhubung dengan pengetahuan sebelumnya, mengenali strategi untuk menyusun dan mempertahankan pengetahuan, serta mentransfer dan menggeneralisasi apa yang mereka pelajari.
Bersikap strategis dan terarah pada tujuan (terkait dengan prinsip aksi & ekspresi UDL) mengacu pada kemampuan pembelajar untuk merencanakan dan mengatur cara mereka belajar, menjadi pembelajar strategis, dan memantau diri sendiri saat mereka belajar.
Konsep dasar UDL ini – mengatasi variabilitas pembelajar, mengurangi hambatan, dan mengembangkan pembelajar yang ahli – adalah dasar dari desain pembelajaran yang disengaja dan inklusif. Dengan menggunakan UDL saat merancang pengajaran, pendidik dapat mempertimbangkan cara menyediakan lingkungan belajar yang fleksibel dan menarik, menggunakan strategi dan alat yang menjawab beragam kebutuhan dan profil peserta didik di kelas mana pun. Alih-alih merancang untuk “pembelajar rata-rata” yang mistis, desain berbasis UDL memperluas akses ke lebih banyak pelajar dan menyediakan kerangka kerja untuk desain pembelajaran inklusif.
Tantangan dalam Penerapan UDL
Salah satu tantangan dalam penerapan UDL adalah kurangnya pemahaman dan pelatihan di kalangan pendidik. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah adanya keterbatasan sumber daya dan dukungan administratif.
Untuk meningkatkan pemahaman pendidik terhadap UDL maka para pendidik perlu mengikuti pelatihan untuk menambah pengetahuan mereka tentang UDL. Salah satu pelatihan yang dapat diikuti oleh para pendidik adalah Pelatihan In-Servis Tambahan tentang UDL. Pelatihan ini dapat dilaksanakan melalui adanya kerja sama antara pejabat divisi sekolah dengan para pemimpin pendidikan tinggi lembaga dan pemimpin program pelatihan guru untuk memberikan pelatihan layanan tentang UDL sehingga para pendidik dapat lebih mengenal UDL secara spesifik tidak hanya secara teori tetapi juga dapat diterapkan dalam pengajaran mereka di kelas. Selain itu, dukungan administratif juga sangat dibutuhkan dalam menyediakan sarana prasaran yang mendukung kerangka UDL.
Selain itu, untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan juga adanya kolaborasi antara guru, orang tua, dan pihak lain yang terlibat agar dapat terciptanya lingkungan belajar yang lebih inklusif.
Strategi untuk Mengimplementasikan UDL dalam Lingkungan Pendidikan
Salah satu strategi untuk mengimplementasikan UDL dalam lingkungan sekolah adalah melalui penggunaan teknologi assistive yang memungkinkan setiap siswa dengan berbagai kemampuan untuk berpartisipasi secra penuh dalam pembelajaran.
Teknologi Asistif (TA) diperlukan dalam pembelajaran ABK sebagai bagian dari adaptasi bahan instruksional (Fidan, Cihan, & Özbey, 2014). Penggunaan TA bertujuan memajukan, memelihara, atau memberi bantuan siswa berkebutuhan khusus agar dapat mengatasi hambatan baik karena keterbatasan fisik maupun sosial-budaya (Obiakor, Bakken, & Rotatori, 2010). TA memiliki potensi besar dalam menyediakan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan (WHO, 2018). Akses pendidikan yang meningkat ditandai berkurangnya hambatan ABK untuk belajar lebih mudah dan efisien (Shaw, 2016). TA selain digunakan untuk mengatasi hambatan disabilitas siswa dengan kebutuhan khusus berpeluang menciptakan integrasi sosial melalui sikap saling toleransi dan menghargai perbedaan jika digunakan secara universal (Plos, Buisine, Aoussat, Mantelet, & Dumas, 2012).
Penggunaan TA secara bertahap telah digunakan dalam pembelajaran dalam ruang kelas reguler untuk mendukung kebutuhan belajar ABK dalam sekolah inklusi (Chambers, 2019). Selain digunakan untuk belajar, TA juga dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi, interaksi sosial, dan akses fisik ke berbagai sumber daya (Koch, 2017). Berbagai macam jenis TA telah tersedia dan dapat dimanfaatkan baik oleh guru maupun siswa. Sehingga pemilihan TA yang tepat sangat diperlukan, seiring jenis layanan dan dukungan TA yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sangat penting untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya belajar dan dapat berkomunikasi dengan teman sebaya maupun guru, tetapi juga merasa dianggap setara dengan teman sebaya sebagai bagian dari kelas tanpa melihat perbedaan yang dimiliki (Kochung, 2011). Perasaan setara atau sama dengan yang lain bagi siswa dengan disabilitas akan menciptakan rasa percaya diri dan termotivasi untuk belajar tanpa diskriminasi. Saat ini sebagai sekolah dan guru sudah menggunakan TA untuk mendukung siswa penyandang disabilitas, namun bagi yang lain belum tahu cara melihat bagaimana teknologi meningkatkan pendidikan inklusif untuk para siswa dengan disabilitas (Schaaf, 2018).
Penulis : Friski Marthreslyn Liu
DAFTAR PUSTAKA
Schreffler, Jillian. dkk. 2019. Universal Design for Learning in postsecondary STEM education for students with disabilities: a systematic literature review. International Journal of STEM Education, Volume 6, No. 8, (https://stemeducationjournal.springeropen.com/articles/10.1186/s40594-019-0161- 8#Tab3) diakses pada 05 Juni 2024.
Kelly, Orla. dkk. 2022. Universal Design for Learning: A framework for inclusion in Outdoor Learning. Jurnal of Outdoor and Environmental Education. (https://www.researchgate.net/figure/CAST-2018-Universal-Design-for-Learning- Guidelines-version-22-Retrieved-from_fig1_359340186) diakses pada 05 Juni 2024.
Scoot, Laron A. 2018. Barriers with Implementing a Universal Design for Learning Framework. (https://www.researchgate.net/publication/329569304_Barriers_With_Implementing_a _Universal_Design_for_Learning_Framework) diakses pada 05 Juni 2024.
Meyer, A., Rose, D. H., & Gordon, D. (2014). Universal design for learning: theory and practice. Wakefield, MA: CAST Professional Publishing. (https://www.cast.org/products-services/resources/2014/universal-design-learning- theory-practice-udl-meyer) diakses pada 05 Juni 2024.
Basham, J. D., & Marino, M. T. (2013). Understanding STEM education and supporting students through universal design for learning: Teaching Exceptional Children, 45(4), 8–15. (https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/004005991304500401) diakses pada 05 Juni 2024.
Fovet, F., Mole, H., Jarrett, T., & Syncox, D. (2014). Like fire to water: building bridging collaborations between disability service providers and course instructors to create user friendly and resource efficient UDL implementation material. Collected Essays on Learning and Teaching, 7(1), 68–75. (https://www.semanticscholar.org/paper/Like-Fire- to-Water%3A-Building-Bridging-between-and-Fovet- Mole/ab83d28e1fd999a3b6356081fd209737e85634d9) diakses pada 05 Juni 2024.
Carol, Davin, & Jinhee. (2018). Universal Design for Learning, Guidelines for Accessible Online Instruction. (https://www.researchgate.net/publication/358308896_Universal_Design_for_Learning _Guidelines_for_Accessible_Online_Instruction) diakses pada 05 Juni 2024.
Burgstahler S. (2011). Universal Design in Education: Principles and Applications. (https://www.washington.edu/doit/sites/default/files/atoms/files/Universal-Design- Education-Principles-Applications.pdf) diakses pada 05 Juni 2024.
Boyle. (2014). Access to School and the Learning Environment II Universal Design for Learning. (https://www.unicef.org/eca/sites/unicef.org.eca/files/IE_Webinar_Booklet_11.pdf) diakses pada 05 Juni 2024.
Hanjarwati, Astri. 2024. UDL (Universal Design for Learning) dalam Pendidikan Inklusi), (https://www.youtube.com/playlist?list=WL) diakses pada 05 Juni 2024.
Share It On: